ADIL KA’ TALINO, BACURAMIN
KA’ SURGA, BASENGAT KA’ JUBATA
(Falsafah Dayak Kanayatn)
Suku Dayak adalah salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia. Suku Dayak adalah penghuni asli pulau Kalimantan dan termasuk dalam rumpun bangsa Austronesia yang berimigrasi ke Asia Tenggara antara 2500 Sm-1500 Sm. Dayak bukan merupakan suku tunggal, tetapi terdiri atas sub-sub suku. Salah satunya adalah suku DAYAK KANAYATN. Suku Dayak Kanayatn mempunyai banyak falsafah hidup salah satu di antaranya adalah
“ADIL KA’ TALINO, BACURAMIN KA’ SARUGA, BASENGAT KA’ JUBATA.
Kata “Adil” merupakan kata kerja yang berarti memberi apa yang menjadi hak orang lain, “ka’ Talino” merupakan obyek yang menjadi sasaran dari kata adil yang berarti ke sesama yang masih hidup di dunia ini, “Bacuramin” kata kerja yang mempunyai makna orientasi ke depan yang dapa diartikan bercermin, “ka’ Saruga” kata benda yang menjadi tempat tujuan yang berarti ke surga, sedangkan “basengat” berarti bernafas, dan “ka’ Jubata” berarti kepada Tuhan (Sang Pencipta).
Dari pengertian etimologis ini dapat ditarik kesimpulan yang merangkum makna secara keseluruhan yaitu bahwa berbuat adil terhadap sesama di dalam dunia perziarahan ini merupakan kewajiban yang mutlak. Surga bukan digambarkan sebagai tempat melainkan lebih dari itu yakni sebagai suasana hidup berdampingan dengan Allah yang penuh dengan kedamaian abadi. Kehidupan di Surga merupakan imbalan atas kesuksesan kita menjalin relasi dengan sesama khususnya dalam perbuatan adil.
Menjadi soal adalah kepada siapa manusia harus berbuat adil? Sasaran keadilan dalam konsep Dayak Kanayatn adalah sesama-sesama manusia. Manusia hidup dalam dua kategori yaitu orang kaya dan miskin. Masing-masing kategori ini mempunyai hak. Perbuatan adil yang harus dilakukan adalah memberi sesuai dengan hak mereka.
Konsep keadilan yang dimiliki oleh Dayak Kanayatn juga terdapat di dalam Kitab Suci. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku, ( Mat 25:35-40).
Teks ini menggambarkan sebuah keadilan yang harus dilakukan sebagai umat kristiani. Maisng-masing manusia dalam relitasnya memiliki hak yang harus mereka terima. Penerimaan hak ini juga bergantung pada orang yang melaksanakan kewajiban. Hak dan kewajiban merupakan dua kutub yang saling melengkapi. Manusia diciptakan tidak dapat dipisahkan dari hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban membuat manusia hidup saling ketergantungan. Inilah dimensi sosial manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Manusia hidup di dunia ini hanya bersifat sementara, sedangkan hidup dan mati Tuhan yang menentukan. “Jubata” atau “Tuhan” merupakan Sang Pencipta. Sedangkan manusia hanya salah satu dari ciptaan. Suatu saat manusia akan kembali kepada penciptanya. Konsep ini tersirat dalam “basengat ka’ Jubata” bahwa kehidupan itu berasal dari Tuhan. Surga merupakan tempat yang akan dihuni oleh manusia yang telah banyak berbuat baik (adil) terhadap sesamanya. Di Surga manusia hidup berdampingan dengan Sang penciptanya dalam suasana kehidupan yang penuh kedamaian, kebahagiaan ketenteraman sejati dan keadilan.
Kehidupan religiusitas Dayak Kanayatn tercermin dalam kesetiaan melaksanakan tradisi yang diwariskan oleh para leluhur. Tradisi yang paling mulia dan sangat dijunjung tinggi adalah berbuat baik (keadilan) kepada orang lain sebagai hak yang harus dia terima. Perbuatan ini bukan semata-mata untuk mencari popularitas diri, lebih dari itu adalah untuk memperoleh kehidupan dan kebahagiaan bersama “Jubata” di akhirat.
No comments:
Post a Comment